Buat semua yang telah menjadi orang tua dan atau calon orang tua…. Ingatlah….semarah apapun, janganlah kita bertindak berlebihan… Sebagai orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada anak2 yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa2.
Ini ada kisah nyata yg berjudul “Ayah, kembalikan tangan Dita………”
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” ….
Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “DIta yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah. “Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?… Bagaimana Dita mau bermain nanti?… Dita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.
Inovasi Tiada Henti..Bebuat..berkarya..dan berbakti..baik nusa , bangsa n agama
Senin, 16 Agustus 2010
Jumat, 13 Agustus 2010
Hukum Puasa Ramadhan
Selain beberapa hukum seputar Ramadhan yang telah dijelaskan di atas, Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din menjelaskan beberapa hukum penting seputar puasa Ramadhan:
1- Wajib: Dalam hal ini ada beberapa hukum yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim: (1) Memonitor datangnya awal Ramadhan dengan merukyat hilal. Ini hukumnya fardhu kifayah. Jika tidak menemukan hilal, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. (2) Niat berpuasa Ramadhan, dan tempatnya di dalam hati. (3) Mencegah masukkan apapun ke dalam salah satu lubang di dalam tubuh secara sengaja, baik telinga, hidung, kemaluan maupun dubur. (4) Menahan diri dari berhubungan badan (jimak). (5) Menahan diri dari mengeluarkan sperma secara sengaja, baik berciuman maupun onani. (6) Tidak muntah dengan sengaja. Karena sengaja muntah bisa membatalkan puasa.
2- Sunnah: Adapun perkara yang disunnahkan adalah: (1) Mengakhirkan sahur. (2) Menyegerakan buka puasa, baik dengan kurma, atau air sebelum shalat Maghrib. (3) Dermawan di bulan Ramadhan. (4) Mengkaji dan mendalami al-Qur’an. (5) I’tikaf di masjid, terutama pada hari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, karena ini merupakan kebiasaan Rasulullah saw. Ketika memasuki hari sepuluh terakhir, baginda saw. banyak meninggalkan tempat tidur, mengencangkan sarung, bersungguh-sungguh dan memotivasi keluarganya untuk bersungguh-sungguh beribadah, karena di sana ada malam Lailatu al-Qadar. Baginda pun tidak keluar meninggalkan iktikaf, kecuali untuk melayani kebutuhan orang.
3- Mubtilat as-Shaum: Beberapa perkara yang bisa membatalkan puasa: (1) Makan, minum dengan sengaja. (2) Jimak dan mengeluarkan sperma dengan sengaja. (3) Haid dan nifas. (4) Sengaja muntah. (5) Memasukkan sesuatu dengan sengaja ke dalam salah satu lubang tubuh (mulut, hidung, telinga, kemaluan dan dubur). (6) Transfusi darah bagi orang sakit yang membutuhkan darah. (7) Bekam dan donor darah, karena ada hadits yang menyatakan, “Berbuka orang yang membekam dan dibekam.” (8) Infus cairan dalam tubuh untuk asupan makanan.
4- Mubahat: Perkara yang dibolehkan: (1) Siwak dan gosok gigi. (2) Mencicipi makanan, selama tidak masuk ke tenggorokan. (3) Menggunakan celak mata. (4) Infus cairan bukan untuk asupan makanan. Ini diperbolehkan, setidaknya menurut Ibn Taimiyyah. (5) Memeriksa darah, dengan mengambil sample darah, karena yang diambil hanya setetes atau dua tetes darah. (6) Muntah dengan tidak sengaja.
5- Udzur: Adapun udzur yang membolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya, bisa dipilah menjadi tiga: (1) Udzur yang mewajibkan berbuka dan haram berpuasa. Jika berpuasa, malah tidak sah. Misalnya, haid dan nifas bagi wanita. Kepadanya diwajibkan mengganti puasanya. (2) Udzur yang dibolehkan tidak berpuasa, bahkan adakalanya wajib. Menurut pendapat Jumhur ulama, dia tidak wajib mengganti puasa, tetap wajib memberi makan fakir miskin. Misalnya orang yang sudah tua renta yang tidak mampu berpuasa dan orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh. (3) Udzur yang membolehkan tidak berpuasa, boleh jadi dalam kondisi tertentu wajib tidak berpuasa dan wajib mengganti, atau boleh berpuasa dan tidak, dan jika tidak berpuasa, maka wajib mengganti. Misalnya seperti orang sakit dan bepergian.
1- Wajib: Dalam hal ini ada beberapa hukum yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim: (1) Memonitor datangnya awal Ramadhan dengan merukyat hilal. Ini hukumnya fardhu kifayah. Jika tidak menemukan hilal, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. (2) Niat berpuasa Ramadhan, dan tempatnya di dalam hati. (3) Mencegah masukkan apapun ke dalam salah satu lubang di dalam tubuh secara sengaja, baik telinga, hidung, kemaluan maupun dubur. (4) Menahan diri dari berhubungan badan (jimak). (5) Menahan diri dari mengeluarkan sperma secara sengaja, baik berciuman maupun onani. (6) Tidak muntah dengan sengaja. Karena sengaja muntah bisa membatalkan puasa.
2- Sunnah: Adapun perkara yang disunnahkan adalah: (1) Mengakhirkan sahur. (2) Menyegerakan buka puasa, baik dengan kurma, atau air sebelum shalat Maghrib. (3) Dermawan di bulan Ramadhan. (4) Mengkaji dan mendalami al-Qur’an. (5) I’tikaf di masjid, terutama pada hari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, karena ini merupakan kebiasaan Rasulullah saw. Ketika memasuki hari sepuluh terakhir, baginda saw. banyak meninggalkan tempat tidur, mengencangkan sarung, bersungguh-sungguh dan memotivasi keluarganya untuk bersungguh-sungguh beribadah, karena di sana ada malam Lailatu al-Qadar. Baginda pun tidak keluar meninggalkan iktikaf, kecuali untuk melayani kebutuhan orang.
3- Mubtilat as-Shaum: Beberapa perkara yang bisa membatalkan puasa: (1) Makan, minum dengan sengaja. (2) Jimak dan mengeluarkan sperma dengan sengaja. (3) Haid dan nifas. (4) Sengaja muntah. (5) Memasukkan sesuatu dengan sengaja ke dalam salah satu lubang tubuh (mulut, hidung, telinga, kemaluan dan dubur). (6) Transfusi darah bagi orang sakit yang membutuhkan darah. (7) Bekam dan donor darah, karena ada hadits yang menyatakan, “Berbuka orang yang membekam dan dibekam.” (8) Infus cairan dalam tubuh untuk asupan makanan.
4- Mubahat: Perkara yang dibolehkan: (1) Siwak dan gosok gigi. (2) Mencicipi makanan, selama tidak masuk ke tenggorokan. (3) Menggunakan celak mata. (4) Infus cairan bukan untuk asupan makanan. Ini diperbolehkan, setidaknya menurut Ibn Taimiyyah. (5) Memeriksa darah, dengan mengambil sample darah, karena yang diambil hanya setetes atau dua tetes darah. (6) Muntah dengan tidak sengaja.
5- Udzur: Adapun udzur yang membolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya, bisa dipilah menjadi tiga: (1) Udzur yang mewajibkan berbuka dan haram berpuasa. Jika berpuasa, malah tidak sah. Misalnya, haid dan nifas bagi wanita. Kepadanya diwajibkan mengganti puasanya. (2) Udzur yang dibolehkan tidak berpuasa, bahkan adakalanya wajib. Menurut pendapat Jumhur ulama, dia tidak wajib mengganti puasa, tetap wajib memberi makan fakir miskin. Misalnya orang yang sudah tua renta yang tidak mampu berpuasa dan orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh. (3) Udzur yang membolehkan tidak berpuasa, boleh jadi dalam kondisi tertentu wajib tidak berpuasa dan wajib mengganti, atau boleh berpuasa dan tidak, dan jika tidak berpuasa, maka wajib mengganti. Misalnya seperti orang sakit dan bepergian.
Ramadhan Indah di Nikmati
Inilah keutamaan bulan Ramadhan. Dengan mengetahui nilai dan keutamaan bulan Ramadhan ini, maka seorang Muslim yang sadar, tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan di bulan suci ini. Inilah kunci sukses meraih kemuliaan di bulan Ramadhan, yaitu mengerti nilai dan keutamaan bulan ini. Dengan begitu, dia tahu apa yang harus diraih. Sekedar contoh, jika 1 perbuatan wajib nilainya 70 kali perbuatan wajib di luar bulan Ramadhan, maka jika dikalkulasi dalam 1 hari ada 5 kali shalat dan 1 puasa, berarti 6 perbuatan wajib dikalikan 70, sama dengan 420. Dalam sehari saja, minimal seorang Muslim akan mendapatkan pahala setara dengan 420 perbuatan wajib di luar bulan Ramadhan. Jika nilai ini dikalikan 30 hari, maka dia akan mendapatkan 12,600 kali perbuatan wajib. Itu baru 6 kali perbuatan wajib, lalu bagaimana kalau dia berdakwah, yang nota bene hukumnya wajib? Pasti pahalanya lebih banyak lagi. Belum lagi kalau ditambah dengan perbuatan sunah.
Nah, kesadaran inilah yang harus dimiliki tiap Muslim, sehingga dia tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan emas di bulan suci ini. Lalu bagaimana kiat-kiat kita agar sukses meraih seluruh kemulian di bulan ini?
Pertama, selain menyadari kemuliaan bulan ini, dia harus menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak bebas dari dosa (ma’shum), Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih ampunan dan melipatgandakan amal shalih. Karena inilah bekal untuk menghadap Allah pada Hari Kiamat. Kesadaran ini harus tumbuh kokoh dalam diri kita, sebagai satu-satunya motivasi amal kita.
Kedua, untuk meraih semuanya tadi, setiap Muslim harus mempunyai program pribadi selama Ramadhan, antara lain:
1- Taubatan nashuha: Taubatan nashuha adalah taubat dengan melepaskan diri dari dosa, menyesalinya dan tidak mengulanginya kembali, diikuti dengan kesungguhan melakukan amal shalih yang dilandasi keimanan. Jika ada hak orang lain yang terkait dengan materi atau non-materi, maka harus segera dikembalikan, atau minta dihalalkan. Karena itu, taubat ini menjadi poin pertama, dan pondasi program-program berikutnya.
2- Menjaga pendengaran, lisan dan mata dari perkara yang diharamkan, baik di siang hari maupun di malam hari bulan Ramadhan.
3- Menjaga amalan-amalan sunah dan nafilah.
4- Menjaga shalat rawatib (5 waktu) berjamaah di masjid.
5- Berkeingan kuat untuk menjadi saksi adzan, iqamat, takbiratul ihram bersama imam, dan berdiri di baris terdepan.
6- Menjaga shalat Tarawih, shalat syaf’ (shalat 2-10 rakaat) sebelum witir, dan witir. Biasanya shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat, atau 10 rakaat, kemudian dilanjutkan malam harinya dengan 2-10 rakaat, kemudian ditutup dengan witir 1 rakaat, atau 2-8 rakaat, kemudian witir 3 rakaat.
7- Menjaga qiyamullail.
8- Membaca minimal 1 juz tiap hari.
9- Menghapal sebagian ayat al-Qur’an tiap hari.
10- Menghapal satu hadits atau lebih tiap hari.
11- Silaturrahmi kepada kerabat.
12- Bergaul dengan kaum Muslim dan mengetahui keadaan mereka.
13- Dzikir dan mengingat Allah serta mensucikannya setiap waktu, disertai menjaga dzikir waktu Subuh dan petang.
14- Berinfaq suka rela dengan memberi makan satu atau lebih orang yang berpuasa tiap hari, meski hanya dengan satu buah kurma.
15- Mengutamakan bersedekah kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan setiap hari, meski dengan kadar yang paling minim sekalipun.
16- Menjaga shalat Dhuha setiap hari.
17- Melakukan shalat dua rakaat setelah berwudhu’.
18- Menghadiri majlis ilmu.
19- Mempelajari minimal satu bab fiqih setiap hari.
20- Membaca ringkasan Sirah Nabi dan Akidah.
21- Berusaha mendamaikan atau menyelesaikan urusan orang yang bermasalah.
22- Berdoa saat berbuka sebagaimana doa yang diajarkan Nabi.
23- Dermawan dan membantu orang lain..
24- Berdakwah kepada Allah, amar makruf dan nahi munkar..
25- Menolong kaum Muslim yang berjihad di manapun.
26- Menyegerakan buka, dan mengakhirkan sahur.
27- Berbakti kepada kedua orang tua, baik yang masih ada, maupun telah tiada.
28- Melakukan i’tikaf pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan.
29- Melaksanakan umrah, karena umrah di bulan Ramadhan sama sekali haji bersama Rasulullah saw.
30- Menjaga pelaksanaan shalat Idul Fitri bersama kaum Muslim.
31- Berpuasa 6 hari bulan Syawal, atau Ayyam al-Bidh.
Ketiga, meski telah dibuat program, namun dalam praktiknya, kadang-kadang program tersebut, karena satu dan lain hal, tidak berjalan sesuai dengan rencana. Untuk itu diperlukan langkah berikutnya, yaitu kesungguhan dalam menjalankan program-program yang telah dibuat. Jika sudah ada kesungguhan, tetapi masih tidak bisa berjalan karena ada prioritas pekerjaan lain, maka bisa dibuat substitusi, yaitu program pengganti, agar nilai yang ingin diraih melalui amal yang tidak bisa dijalankan tersebut bisa digantikan dengan yang lain.
Keempat, menjadikan malam hari, sebagai malam muhasabah (evaluasi) dan takhthith (perencanaan). Yang dievaluasi adalah apa yang telah dikerjakan dan diperoleh selama sehari, dan apa yang bisa dan harus diraihnya besok. Ini dilakukan setelah melaksanakan shalat syaf’i dan witir. Dengan begitu, dia akan menatap agenda harinya esok dengan mantap dan jelas, tanpa ragu. Untuk memudahkan evaluasi dan perencanaan, bisa dibuat daftar pengecekan yang berisi poin-poin aktivitas di atas.
Inilah beberapa kiat sukses untuk mendapatkan kemuliaan di bulan suci Ramadhan, agar tak satu pun kesempatan emas di dalamnya terbuang sia-sia.
Nah, kesadaran inilah yang harus dimiliki tiap Muslim, sehingga dia tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan emas di bulan suci ini. Lalu bagaimana kiat-kiat kita agar sukses meraih seluruh kemulian di bulan ini?
Pertama, selain menyadari kemuliaan bulan ini, dia harus menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak bebas dari dosa (ma’shum), Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih ampunan dan melipatgandakan amal shalih. Karena inilah bekal untuk menghadap Allah pada Hari Kiamat. Kesadaran ini harus tumbuh kokoh dalam diri kita, sebagai satu-satunya motivasi amal kita.
Kedua, untuk meraih semuanya tadi, setiap Muslim harus mempunyai program pribadi selama Ramadhan, antara lain:
1- Taubatan nashuha: Taubatan nashuha adalah taubat dengan melepaskan diri dari dosa, menyesalinya dan tidak mengulanginya kembali, diikuti dengan kesungguhan melakukan amal shalih yang dilandasi keimanan. Jika ada hak orang lain yang terkait dengan materi atau non-materi, maka harus segera dikembalikan, atau minta dihalalkan. Karena itu, taubat ini menjadi poin pertama, dan pondasi program-program berikutnya.
2- Menjaga pendengaran, lisan dan mata dari perkara yang diharamkan, baik di siang hari maupun di malam hari bulan Ramadhan.
3- Menjaga amalan-amalan sunah dan nafilah.
4- Menjaga shalat rawatib (5 waktu) berjamaah di masjid.
5- Berkeingan kuat untuk menjadi saksi adzan, iqamat, takbiratul ihram bersama imam, dan berdiri di baris terdepan.
6- Menjaga shalat Tarawih, shalat syaf’ (shalat 2-10 rakaat) sebelum witir, dan witir. Biasanya shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat, atau 10 rakaat, kemudian dilanjutkan malam harinya dengan 2-10 rakaat, kemudian ditutup dengan witir 1 rakaat, atau 2-8 rakaat, kemudian witir 3 rakaat.
7- Menjaga qiyamullail.
8- Membaca minimal 1 juz tiap hari.
9- Menghapal sebagian ayat al-Qur’an tiap hari.
10- Menghapal satu hadits atau lebih tiap hari.
11- Silaturrahmi kepada kerabat.
12- Bergaul dengan kaum Muslim dan mengetahui keadaan mereka.
13- Dzikir dan mengingat Allah serta mensucikannya setiap waktu, disertai menjaga dzikir waktu Subuh dan petang.
14- Berinfaq suka rela dengan memberi makan satu atau lebih orang yang berpuasa tiap hari, meski hanya dengan satu buah kurma.
15- Mengutamakan bersedekah kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan setiap hari, meski dengan kadar yang paling minim sekalipun.
16- Menjaga shalat Dhuha setiap hari.
17- Melakukan shalat dua rakaat setelah berwudhu’.
18- Menghadiri majlis ilmu.
19- Mempelajari minimal satu bab fiqih setiap hari.
20- Membaca ringkasan Sirah Nabi dan Akidah.
21- Berusaha mendamaikan atau menyelesaikan urusan orang yang bermasalah.
22- Berdoa saat berbuka sebagaimana doa yang diajarkan Nabi.
23- Dermawan dan membantu orang lain..
24- Berdakwah kepada Allah, amar makruf dan nahi munkar..
25- Menolong kaum Muslim yang berjihad di manapun.
26- Menyegerakan buka, dan mengakhirkan sahur.
27- Berbakti kepada kedua orang tua, baik yang masih ada, maupun telah tiada.
28- Melakukan i’tikaf pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan.
29- Melaksanakan umrah, karena umrah di bulan Ramadhan sama sekali haji bersama Rasulullah saw.
30- Menjaga pelaksanaan shalat Idul Fitri bersama kaum Muslim.
31- Berpuasa 6 hari bulan Syawal, atau Ayyam al-Bidh.
Ketiga, meski telah dibuat program, namun dalam praktiknya, kadang-kadang program tersebut, karena satu dan lain hal, tidak berjalan sesuai dengan rencana. Untuk itu diperlukan langkah berikutnya, yaitu kesungguhan dalam menjalankan program-program yang telah dibuat. Jika sudah ada kesungguhan, tetapi masih tidak bisa berjalan karena ada prioritas pekerjaan lain, maka bisa dibuat substitusi, yaitu program pengganti, agar nilai yang ingin diraih melalui amal yang tidak bisa dijalankan tersebut bisa digantikan dengan yang lain.
Keempat, menjadikan malam hari, sebagai malam muhasabah (evaluasi) dan takhthith (perencanaan). Yang dievaluasi adalah apa yang telah dikerjakan dan diperoleh selama sehari, dan apa yang bisa dan harus diraihnya besok. Ini dilakukan setelah melaksanakan shalat syaf’i dan witir. Dengan begitu, dia akan menatap agenda harinya esok dengan mantap dan jelas, tanpa ragu. Untuk memudahkan evaluasi dan perencanaan, bisa dibuat daftar pengecekan yang berisi poin-poin aktivitas di atas.
Inilah beberapa kiat sukses untuk mendapatkan kemuliaan di bulan suci Ramadhan, agar tak satu pun kesempatan emas di dalamnya terbuang sia-sia.
Ramadhan Abituren SMIH
Keutamaan bulan Ramadhan ini telah dideskripsikan sendiri oleh Nabi saw dalam khutbah baginda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Huzaimah dalam kitab Shahih-nya. Dalam khutbahnya, baginda menegaskan, bahwa Ramadhan adalah bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (amal shalih) di dalamnya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan satu kebaikan,
maka nilainya sama dengan mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan lain. Siapa saja yang mengerjakan satu perbuatan wajib, maka nilainya sama dengan mengerjakan tujupuluh kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan juga bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ramadhan juga bulan tolong-menolong (ta’awun), di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin akan bertambah. Siapa saja yang memberikan buka kepada orang yang berpuasa, maka itu akan menjadi maghfirah bagi dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu.
Karena itu, meski bulan Ramadhan ini tidak termasuk asyhurul hurum (bulan haram), tetapi bulan ini memiliki keutamaan yang tiada duanya. Di bulan ini, Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an, sebagaimana dituturkan Allah dalam surat al-Baqarah: 185. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. di Gua Hira’ adalah Iqra’, diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan 13 SH (sebelum Hijrah) atau bulan Juli 610 M. Karena itu, bulan ini juga disebut syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an).
Bulan ini juga dijadikan oleh Allah SWT sebagai bulan puasa, dimana ummat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh di bulan tersebut. Karena itu, bulan ini juga disebut syahru as-shiyam. Allah pun menetapkan puasa dan al-Qur’an sebagai pemberi syafaat pada Hari Kiamat (HR Ahmad, at-Thabrani dan al-Hakim). Tidak hanya itu, malaikat pun akan memintakan ampunan untuk orang yang berpuasa selama berpuasa hingga berbuka. Dan, Allah pun memberikan ampunan untuk mereka di akhir malam bulan Ramadhan.
Di bulan ini, Allah telah menjadikan salah satu malamnya, sebagai Lailatu al-Qadar, yaitu satu malam yang nilainya lebih baik dibanding seribu bulan (Q.s. al-Qadar [97]: 1-5), tentu jika digunakan untuk melakukan amal shalih, seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir dan sebagainya. Maka, satu perbuatan baik yang dilakukan di malam itu nilainya masih lebih baik ketimbang perbuatan yang sama dilakukan selama seribu bulan. Itulah malam Lailatu al-Qadar, yang hanya ada di bulan Ramadhan.
Nabi menuturkan, “Jika memasuki bulan Ramadhan, maka semua pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahannam ditutup, sementara syaitan dibelenggu.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ibn Hibban). Tidak hanya itu, pahala perbuatan baik di bulan Ramadhan juga dilipatgandakan oleh Allah. Melakukan satu amalan sunnah, pahalanya sama dengan amalan fardhu di bulan lain. Melakukan satu amalan fardhu, nilainya dilipatgandakan menjadi 70 kali di bulan lain. Karena itu, Nabi menggunakan bulan ini untuk melipatgandakan amal shalih. Dalam riwayat Ibn ‘Abbas, dituturkan, bahwa Nabi adalah orang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan, saat Jibril menemui baginda saw. untuk mengecek hapalan al-Qur’an baginda saw.
Wajar jika Nabi pun memerintahkan wanita kaum Anshar untuk pergi berumrah di bulan Ramadhan. Dituturkan dari Ibn ‘Abbas, Nabi pernah bersabda, “Jika tiba bulan Ramadhan, maka berumrahlan kamu, karena umrah di bulan itu sama pahalanya dengan haji.” Karena itu pula, para sahabat dan generasi kaum Muslim setelahnya menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai bulan jihad, selain karena perintah berjihad fi sabilillah itu diturunkan pada bulan Ramadhan, juga banyak sekali kemenangan yang ingin mereka raih di bulan suci ini, karena taqarrub mereka kepada Allah SWT.
Tercatatlah sejumlah peristiwa penting pada bulan Ramadhan. Tujuh belas bulan setelah Hijrah, Nabi mengirim detasemen Hamzah yang membawa bendera pertama yang diserahkan oleh baginda saw. Detasemen ini dikirim untuk menghadang rombongan kaum Quraisy yang datang dari Syam menuju ke Makkah. Perang Badar Kubra yang disebut dalam al-Qur’an sebagai Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) meletus pada Hari Jum’at, 17 Ramadhan 2 H. Jumlah pasukan kaum Muslim saat itu hanya 313, terdiri dari 1 menunggang kuda, sisanya jalan kaki. Tercatat 14 di antara mereka sebagai syuhada’ Badr. Sementara pasukan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang; 80 orang pasukan berkuda, sisanya jalan kaki; 70 orang gugur, 70 lainnya menjadi tawanan perang. Dalam peristiwa ini, pasukan kaum Muslim dibantu oleh 5000 malaikat (Q.s. Ali ‘Imran [03]: 125).
Di bulan suci ini pula, Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Makkah, tepatnya pada bulan Ramadhan 8 H. Penaklukan kota Makkah ini juga disebut penaklukan agung (al-fath al-a’dham). Kaum Kafir Quraisy pun berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Abu Sufyan dan para pemuka Kafir Quraisy. Pada saat itulah, turun perintah untuk menghancurkan berhala dari sekitar Ka’bah. Karena itu, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai syahru al-jihad wa al-intishar (bulan Jihad dan Kemenangan).
maka nilainya sama dengan mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan lain. Siapa saja yang mengerjakan satu perbuatan wajib, maka nilainya sama dengan mengerjakan tujupuluh kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan juga bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ramadhan juga bulan tolong-menolong (ta’awun), di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin akan bertambah. Siapa saja yang memberikan buka kepada orang yang berpuasa, maka itu akan menjadi maghfirah bagi dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu.
Karena itu, meski bulan Ramadhan ini tidak termasuk asyhurul hurum (bulan haram), tetapi bulan ini memiliki keutamaan yang tiada duanya. Di bulan ini, Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an, sebagaimana dituturkan Allah dalam surat al-Baqarah: 185. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. di Gua Hira’ adalah Iqra’, diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan 13 SH (sebelum Hijrah) atau bulan Juli 610 M. Karena itu, bulan ini juga disebut syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an).
Bulan ini juga dijadikan oleh Allah SWT sebagai bulan puasa, dimana ummat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh di bulan tersebut. Karena itu, bulan ini juga disebut syahru as-shiyam. Allah pun menetapkan puasa dan al-Qur’an sebagai pemberi syafaat pada Hari Kiamat (HR Ahmad, at-Thabrani dan al-Hakim). Tidak hanya itu, malaikat pun akan memintakan ampunan untuk orang yang berpuasa selama berpuasa hingga berbuka. Dan, Allah pun memberikan ampunan untuk mereka di akhir malam bulan Ramadhan.
Di bulan ini, Allah telah menjadikan salah satu malamnya, sebagai Lailatu al-Qadar, yaitu satu malam yang nilainya lebih baik dibanding seribu bulan (Q.s. al-Qadar [97]: 1-5), tentu jika digunakan untuk melakukan amal shalih, seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir dan sebagainya. Maka, satu perbuatan baik yang dilakukan di malam itu nilainya masih lebih baik ketimbang perbuatan yang sama dilakukan selama seribu bulan. Itulah malam Lailatu al-Qadar, yang hanya ada di bulan Ramadhan.
Nabi menuturkan, “Jika memasuki bulan Ramadhan, maka semua pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahannam ditutup, sementara syaitan dibelenggu.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ibn Hibban). Tidak hanya itu, pahala perbuatan baik di bulan Ramadhan juga dilipatgandakan oleh Allah. Melakukan satu amalan sunnah, pahalanya sama dengan amalan fardhu di bulan lain. Melakukan satu amalan fardhu, nilainya dilipatgandakan menjadi 70 kali di bulan lain. Karena itu, Nabi menggunakan bulan ini untuk melipatgandakan amal shalih. Dalam riwayat Ibn ‘Abbas, dituturkan, bahwa Nabi adalah orang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan, saat Jibril menemui baginda saw. untuk mengecek hapalan al-Qur’an baginda saw.
Wajar jika Nabi pun memerintahkan wanita kaum Anshar untuk pergi berumrah di bulan Ramadhan. Dituturkan dari Ibn ‘Abbas, Nabi pernah bersabda, “Jika tiba bulan Ramadhan, maka berumrahlan kamu, karena umrah di bulan itu sama pahalanya dengan haji.” Karena itu pula, para sahabat dan generasi kaum Muslim setelahnya menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai bulan jihad, selain karena perintah berjihad fi sabilillah itu diturunkan pada bulan Ramadhan, juga banyak sekali kemenangan yang ingin mereka raih di bulan suci ini, karena taqarrub mereka kepada Allah SWT.
Tercatatlah sejumlah peristiwa penting pada bulan Ramadhan. Tujuh belas bulan setelah Hijrah, Nabi mengirim detasemen Hamzah yang membawa bendera pertama yang diserahkan oleh baginda saw. Detasemen ini dikirim untuk menghadang rombongan kaum Quraisy yang datang dari Syam menuju ke Makkah. Perang Badar Kubra yang disebut dalam al-Qur’an sebagai Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) meletus pada Hari Jum’at, 17 Ramadhan 2 H. Jumlah pasukan kaum Muslim saat itu hanya 313, terdiri dari 1 menunggang kuda, sisanya jalan kaki. Tercatat 14 di antara mereka sebagai syuhada’ Badr. Sementara pasukan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang; 80 orang pasukan berkuda, sisanya jalan kaki; 70 orang gugur, 70 lainnya menjadi tawanan perang. Dalam peristiwa ini, pasukan kaum Muslim dibantu oleh 5000 malaikat (Q.s. Ali ‘Imran [03]: 125).
Di bulan suci ini pula, Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Makkah, tepatnya pada bulan Ramadhan 8 H. Penaklukan kota Makkah ini juga disebut penaklukan agung (al-fath al-a’dham). Kaum Kafir Quraisy pun berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Abu Sufyan dan para pemuka Kafir Quraisy. Pada saat itulah, turun perintah untuk menghancurkan berhala dari sekitar Ka’bah. Karena itu, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai syahru al-jihad wa al-intishar (bulan Jihad dan Kemenangan).
Bulan Penuh Hikmah
Seperti biasanya di bulan suci Ramadhan kita seringkali mendapat undangan untuk berbuka puasa bersama. Momen buka puasa bersama hanya ada dibulan suci Ramadhan sebagai agenda perekat silaturrahmi antar keluarga, tetangga, sanak family atau teman sekantor. Bila dalam keseharian kita sibuk mengejar materi melupakan ikatan sosial, Ramadhan merupakan momen yang tepat untuk perekat silaturahmi kita.
Kebersamaan tidak selalu dalam bentuk melakukan aktifitas bersama-sama namun kebersamaan kita menemukan jalinan kehangatan hati dalam rupa persamaan. Pada bulan Ramadhan ini kita bisa bertegur sapa dengan tetangga sebelah rumah ketika sama-sama hendak pergi berangkat sholat tarawih. Bahkan bila ada tetangga yang malas sholat berjamaah di masjid, kita tidak sungkan untuk mengajaknya karena memang bulan Ramadhan momen yang tepat untuk mengajak dalam kebaikan dan keikhlasan dalam berbagi akan makin mempererat silaturahmi kita serta menghapus dosa-dosa kita. Sebagaimana Sabda Rasulullah.
'Tidaklah dua orang Muslim bertemu lalu bersalaman, melainkan dosa keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah.' (HR. Abu Dawud).
Teman yang berbahagia, mari kita jadikan Ramadhan ini sebagai perekat silaturahmi kita sebagai sama-sama hamba Allah yang mensyukuri berkah Ramadhan sehingga memunculkan perasaan tenang dan nyaman pada diri kita juga pada diri orang lain sehingga kita bisa menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini dengan khusyuk dan nyaman untuk menggapai ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Amin
Kebersamaan tidak selalu dalam bentuk melakukan aktifitas bersama-sama namun kebersamaan kita menemukan jalinan kehangatan hati dalam rupa persamaan. Pada bulan Ramadhan ini kita bisa bertegur sapa dengan tetangga sebelah rumah ketika sama-sama hendak pergi berangkat sholat tarawih. Bahkan bila ada tetangga yang malas sholat berjamaah di masjid, kita tidak sungkan untuk mengajaknya karena memang bulan Ramadhan momen yang tepat untuk mengajak dalam kebaikan dan keikhlasan dalam berbagi akan makin mempererat silaturahmi kita serta menghapus dosa-dosa kita. Sebagaimana Sabda Rasulullah.
'Tidaklah dua orang Muslim bertemu lalu bersalaman, melainkan dosa keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah.' (HR. Abu Dawud).
Teman yang berbahagia, mari kita jadikan Ramadhan ini sebagai perekat silaturahmi kita sebagai sama-sama hamba Allah yang mensyukuri berkah Ramadhan sehingga memunculkan perasaan tenang dan nyaman pada diri kita juga pada diri orang lain sehingga kita bisa menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini dengan khusyuk dan nyaman untuk menggapai ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Amin
Selasa, 03 Agustus 2010
Tato , Cukur Alis dan Renggangkan Gigi
Amr bin Abdul Mun'im
--------------------------------------------------------------------------------
Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau.
Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836)
Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. (Gaharibu Al-Hadits, Khutabi 1/598). Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/837)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan perbuatan yang dilarang agama, dan pelakunya dilaknat, karena hal itu termasuk perbuatan merubah apa yang telah diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato". (Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih).
Sedangkan dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
"Allah melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Allah". Abdullah bin Mas'ud melanjutkan, maka hal itu terdengar oleh wanita dari Bani Asad bernama Ummu Ya'qub. Setelah membaca Al-Qur'an, dia mendatangi Abdullah bin Mas'ud dan berkata : "Aku mendengar engkau melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta direnggangkan giginya yang semuanya itu merubah ciptaan Allah ?" Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Bagaimana aku tidak melaknat orang-orang yang dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan semuanya itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an". Wanita itu berkata : "Aku telah membaca semua isi Al-Qur'an tetapi tidak mendapatkannya". Lalu Abdullah bin Mas'ud berkata. "Kalau engkau membacanya, pasti engkau akan mendapatkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah". Wanita itupun berkata : "Sesungguhnya aku melihat hal itu pada istrimu sekarang ini". Abdullah bin Mas'ud pun bertutur : "Temui dan lihatlah dia". Selanjutnya Abdullah bin Mas'ud menceritakannya. "Maka wanita itu pun menemui istri Abdullah bin Mas'ud tetapi dia tidak mendapatkan sesuatu apapun. Kemudian dia pergi menemui Abdullah dan berkata : "Aku tidak melihat sesuatu". Maka Abdullah pun berkata : "Seandainya ada sesuatu padanya niscaya kami tidak akan menggaulinya". (Hadits Riwayat Muattafaqun alaihi)
Dan dari Abu Jahifah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang uang hasil penjualan darah dan penjualan anjing serta upah pelacuran. Dan beliau juga melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, orang yang memakan riba dan orang yang menjadi mitranya serta orang yang menggambar". (Hadits Riwayat Bukhari).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
"Menurut hadits tersebut semuanya itu merupakan perbuatan haram, karena hal itu jelas merubah ciptaan Allah, selain juga sebagai kebohongan sekaligus sebagai tipu daya".
Mengenai hal ini penulis katakan, adanya laknat bagi pelakunya menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan dosa besar. Oleh karena itu, hal itu telah dikategorikan oleh Al-Hafidzh Al-Zahabi termasuk dalam enam puluh dosa besar.
Banyak wanita yang meminta nikah dengan melakukan hal itu terhadap dirinya sendiri, sehingga mereka mengira terlihat lebih muda atau cantik. Yang lebih aneh lagi, beberapa dari para ibu melakukan hal tersebut terhadap puteri-puteri mereka yang masih kecil. Dalam hal itu sang ibu yang berdosa sedangkan sang anak tidak berdosa.
Salah seorang di antara mereka ada yang menanyakan mengenai wanita yang tumbuh jenggot atau kumis karena banyaknya hormon laki-laki pada diri mereka, lalu apakah mereka boleh mencukurnya ?
Mengenai pertanyaan seperti itu dijawab boleh, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebani seseorang diluar kemampuannya, melainkan sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang wanita bertasyabuh (menyerupai) dengan laki-laki, sedangkan membiarkan jenggot dan kumis tumbuh panjang merupakan tindakan menyerupai laki-laki. Tasyabuh seperti itu tidak dapat dihilangkan melainkan dengan mencukur jenggot dan kumis tersebut.
Imam Nawawi Rahimahullahu (Syarhu Shahihi Muslim IV/837) :
"Tindakan seperti itu jelas haram kecuali apabila pada diri seorang wanita tumbuh jenggot atau kumis, maka dia tidak dilarang untuk mencukurnya, bahkan hal itu dianjurkan bagi kita".
Selanjutnya dia mengatakan :
"Larangan itu hanya diperuntukkan pada rambut-rambut yang tumbuh di beberapa bagian wajah".
Dalam hal ini penulis katakan : Oleh karena itu, pencukuran jenggot dan kumis bagi seorang wanita bukan merupakan tindakan merubah ciptaan Allah, karena dasar penciptaan wanita adalah tanpa jenggot maupun kumis. Bahkan sebagian ulama mengharamkan laki-laki memotong jenggotnya karena hal itu termasuk tasyabbuh dengan wanita, dan itu jelas-jelas dilarang.
Demikian halnya perbaikan gigi karena untuk berobat atau untuk menghilangkan aib dan semisalnya merupakan suatu tindakan yang tidak dilarang. Imam Nawawi mengatakan :
"Dalam hadits di atas terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa yang dilarang (haram) adalah orang yang meminta direnggangkan giginya dengan tujuan untuk mempercantik diri. Sedangkan apabila bertujuan untuk memperbaiki atau menghilangkan aib pada susunan gigi maka hal itu tidak dilarang". (Syahru Shahihi Muslim IV/837)
Disalin dari buku 30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun'in terbitan Pustaka Azzam - Jakarta.
--------------------------------------------------------------------------------
Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau.
Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836)
Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. (Gaharibu Al-Hadits, Khutabi 1/598). Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/837)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan perbuatan yang dilarang agama, dan pelakunya dilaknat, karena hal itu termasuk perbuatan merubah apa yang telah diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato". (Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih).
Sedangkan dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
"Allah melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Allah". Abdullah bin Mas'ud melanjutkan, maka hal itu terdengar oleh wanita dari Bani Asad bernama Ummu Ya'qub. Setelah membaca Al-Qur'an, dia mendatangi Abdullah bin Mas'ud dan berkata : "Aku mendengar engkau melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta direnggangkan giginya yang semuanya itu merubah ciptaan Allah ?" Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Bagaimana aku tidak melaknat orang-orang yang dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan semuanya itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an". Wanita itu berkata : "Aku telah membaca semua isi Al-Qur'an tetapi tidak mendapatkannya". Lalu Abdullah bin Mas'ud berkata. "Kalau engkau membacanya, pasti engkau akan mendapatkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah". Wanita itupun berkata : "Sesungguhnya aku melihat hal itu pada istrimu sekarang ini". Abdullah bin Mas'ud pun bertutur : "Temui dan lihatlah dia". Selanjutnya Abdullah bin Mas'ud menceritakannya. "Maka wanita itu pun menemui istri Abdullah bin Mas'ud tetapi dia tidak mendapatkan sesuatu apapun. Kemudian dia pergi menemui Abdullah dan berkata : "Aku tidak melihat sesuatu". Maka Abdullah pun berkata : "Seandainya ada sesuatu padanya niscaya kami tidak akan menggaulinya". (Hadits Riwayat Muattafaqun alaihi)
Dan dari Abu Jahifah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang uang hasil penjualan darah dan penjualan anjing serta upah pelacuran. Dan beliau juga melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, orang yang memakan riba dan orang yang menjadi mitranya serta orang yang menggambar". (Hadits Riwayat Bukhari).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
"Menurut hadits tersebut semuanya itu merupakan perbuatan haram, karena hal itu jelas merubah ciptaan Allah, selain juga sebagai kebohongan sekaligus sebagai tipu daya".
Mengenai hal ini penulis katakan, adanya laknat bagi pelakunya menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan dosa besar. Oleh karena itu, hal itu telah dikategorikan oleh Al-Hafidzh Al-Zahabi termasuk dalam enam puluh dosa besar.
Banyak wanita yang meminta nikah dengan melakukan hal itu terhadap dirinya sendiri, sehingga mereka mengira terlihat lebih muda atau cantik. Yang lebih aneh lagi, beberapa dari para ibu melakukan hal tersebut terhadap puteri-puteri mereka yang masih kecil. Dalam hal itu sang ibu yang berdosa sedangkan sang anak tidak berdosa.
Salah seorang di antara mereka ada yang menanyakan mengenai wanita yang tumbuh jenggot atau kumis karena banyaknya hormon laki-laki pada diri mereka, lalu apakah mereka boleh mencukurnya ?
Mengenai pertanyaan seperti itu dijawab boleh, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebani seseorang diluar kemampuannya, melainkan sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang wanita bertasyabuh (menyerupai) dengan laki-laki, sedangkan membiarkan jenggot dan kumis tumbuh panjang merupakan tindakan menyerupai laki-laki. Tasyabuh seperti itu tidak dapat dihilangkan melainkan dengan mencukur jenggot dan kumis tersebut.
Imam Nawawi Rahimahullahu (Syarhu Shahihi Muslim IV/837) :
"Tindakan seperti itu jelas haram kecuali apabila pada diri seorang wanita tumbuh jenggot atau kumis, maka dia tidak dilarang untuk mencukurnya, bahkan hal itu dianjurkan bagi kita".
Selanjutnya dia mengatakan :
"Larangan itu hanya diperuntukkan pada rambut-rambut yang tumbuh di beberapa bagian wajah".
Dalam hal ini penulis katakan : Oleh karena itu, pencukuran jenggot dan kumis bagi seorang wanita bukan merupakan tindakan merubah ciptaan Allah, karena dasar penciptaan wanita adalah tanpa jenggot maupun kumis. Bahkan sebagian ulama mengharamkan laki-laki memotong jenggotnya karena hal itu termasuk tasyabbuh dengan wanita, dan itu jelas-jelas dilarang.
Demikian halnya perbaikan gigi karena untuk berobat atau untuk menghilangkan aib dan semisalnya merupakan suatu tindakan yang tidak dilarang. Imam Nawawi mengatakan :
"Dalam hadits di atas terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa yang dilarang (haram) adalah orang yang meminta direnggangkan giginya dengan tujuan untuk mempercantik diri. Sedangkan apabila bertujuan untuk memperbaiki atau menghilangkan aib pada susunan gigi maka hal itu tidak dilarang". (Syahru Shahihi Muslim IV/837)
Disalin dari buku 30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun'in terbitan Pustaka Azzam - Jakarta.
Senin, 02 Agustus 2010
Pahami , di mengerti pelaksanaan Fiqih n Sains
Umat Islam, Fiqih dan Sains
(Catatan kecil atas Seminar: Paradigma Fiqih penyebab Keterpurukan Indonesia; di Universitas Jember 4 Mei 2003)
Oleh: Agus Purwanto*)
Di dalam tafsirnya, al-Jawahir, Syeikh Jauhari Tontowi guru besar dari Universitas Kairo menggugat ulama islam. Menurutnya di dalam kitab suci al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah, ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Anehnya, para ulama telah menulis ribuan kitab fiqih tetapi nyaris tidak memperhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya.
Ummat dan para ulama banyak menghabiskan waktu untuk membahas persoalan fiqih, dan seringkali berseteru serta bertengkar karenanya. Mereka lalai atas fenomena terbitnya matahari, beredarnya bulan, san kelap-kelipnya bintang. Mereka abaikan gerak awan di langit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Mereka juga tak tertarik pada aneka tumbuhan di sekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang bertebaran di muka bumi dan aneka fenomena serta keajaiban alam lainnya.
Pandangan Dunia
Selain disibukkan urusan fiqih, pengalaman dan pengamalan keagamaan kita cenderung esoteris dan mengabaikan serta meremehkan akal. Padahal secara empirik akal sangat powerful. Al-Qur’an tidak kurang dari 43 kali menggunakan kata akal dalam bentuk verbal seperti afala ta’qiluun, apakah engkau tak berfikir. Sepuluh ayat lainnya menggunakan kata verbal fikir seperti laallakum tafakkarun, agar engkau memikirkannya. Teguran agar manusia menggunakan akalnya seoptimum mungkin.
Sains adalah produk riel dari akal dan kita pun menyaksikan bukti diktum knowledge is power. Dalam rentang waktu pendek Afganistan dan Irak yang terbelakang luluh lantak oleh produk sains. Negara-negara maju yang menjadi kiblat peradaban saat ini adalah mereka yang menguasai sains dan teknologinya.
1
Ungkap populer “Science without religion is blind and religion without science is lame” (Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh) menggambarkan hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan agama saling melengkapi, tidak bisa saling meniadakan dan masing-masing mempunyai domainnya sendiri-sendiri. Ilmu pengetahuan memberi cahaya dan kekuatan sedangkan agama memberi cinta, harapan dan kehangatan. Ilmu pengetahuan membantu menciptakan peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama mengarahkan dan menetapkan tujuan upaya manusia tersebut.
Ilmu pengetahuan memperindah akal dan pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Ilmu pengetahuan dan agama membuat manusia merasa nyaman. Ilmu pengetahuan melindungi manusia dari aneka penyakit, banjir, gempa bumi dan badai. Agama melindungi manusia dari keresahan, kesepian dan pikiran picik. Ilmu pengetahuan menuntun pada revolusi lahiriah, sedangkan agama membawa pada revolusi batiniah.
Persoalannya, tradisi sains dan minat umat islam dalam usaha menguasai ilmu pengetahuan sangat rendah. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari pandangan dunia (world view) umat islam yang didominasi kalam al-Asy’ariyah. Dalam usahanya menjaga keagungan dan superioritas Sang Pencipta aliran ini telah menegasikan peran atau kodrat manusia dan alam sedemikian rupa. Al-Ghazali juru bicara terkemuka aliran al-Asy’ariyah, seperti halnya Hume menyatakan tidak perlunya hubungan kausal di alam semesta ini. Kausalitas hanyalah following upon (kelanjutan dari) dan pengulangan yang menyebabkan manusia percaya bahwa suatu sebab diikuti oleh efeknya.
Pandangan tersebut mendominasi dunia islam (sunni) bahkan sampai saat ini dan menjadi faktor yang menyulitkan pengembangan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada landasan hukum-hukum yang tetap di alam (sunnatullah). Pandangan terakhir ini berpijak pada keyakinan bahwa Allah tidak mungkin bermaksud mendustai dan menyesatkan. Dia adalah Pencipta yang Pengasih, yang mengatur segala sesuatu di jagat raya agar dapat dihuni dan dimengerti manusia.
Dengan demikian pandangan dunia yang memacu pengembangan nalar merupakan keniscayaan. Setelah itu, memulai pendirian bangunan ilmu itu sendiri. Dalam upaya realisasi ini dan agar tidak mengulangi kesalahan sains modern perlu disadari tiga hal sejak dini yaitu aspek aksiologis, ontologis dan epistemologis dari ilmu pengetahuan.
Aspek aksiologis muslim adalah ujung dari mata rantai tujuan setiap usaha
2
manusia termasuk membangun ilmu adalah Allah itu sendiri. Artinya, bangunan ilmu akhirnya harus bermuara kepada Allah. Kongkritnya inna yahsallahi min ibadihil ulama, jiwa ilmuwan kian terkait dengan Sang Khalik justru setelah terlibat dalam pergumulan memahami pola ciptaan-Nya. Bibir mereka bergetar robbanaa ma kholaqta hadza bathila subhaanaka faqinaa adzabannar (QS al-Imran 191). Tujuan utilitarian-materialistik sains seperti harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan hidup umat manusia adalah tujuan derivatif yang merupakan realisasi misi rahmatan lil’alamin.
Aspek kedua adalah ontologi yakni apa yang dikaji oleh ilmu pengetahuan. Ontologi sains modern menolak sesuatu yang non-material maupun unexperimentable. Islam menegaskan bahwa obyek ilmu adalah huwa ma siwallah, sesuatu yang bukan Allah baik yang wujud maupun yang gaib. Andai hanya (baru) bisa merumuskan yang wujud, sains tidak perlu menutupi ketakmampuannya dengan penolakan atas hal yang gaib.
Aspek ketiga adalah epistemologi yakni dengan apa sesuatu bisa dikenali atau diketahui. Salah satu fungsi diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai huda atau petunjuk agar manusia menjadi terarah. Petunjuk ini juga berlaku bagi para ilmuwan dalam membangun ketiga landasan ilmu pengetahuan. Tegasnya, menurut epistomologi islam kitab suci al-Qur’an juga bisa menjadi sumber pengetahuan.
Asumsi-asumsi dasar atomisme al-Baqillani, salah seorang pengikut Asy’ariyah, menyandarkan diri sepenuhnya pada teks-teks kitab suci. Atomisme ini diketahui bersesuaian dengan atomisme kuantum. Contoh lain adalah QS an-Naml:18 yang mengisyaratkan bahwa pemimpin semut adalah ratu atau semut betina (an-Namlatu). Kita tidak boleh sekedar berapologetik yakni mencocokkan ayat dengan hasil sains. Sebaliknya, premis atau asumsi diambil dari kitab suci dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan riset.
Sains klasik dimulai oleh usaha kolektif beberapa tokoh di zaman renaisans seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Kepler dan Galileo. Landasan filosofisnya dibangun oleh Francis Bacon yang dituangkan di dalam bukunya Novum Organum. Bacon sangat anti metafisika dan menekankan pentingnya eksperimen dalam menyibak rahasia alam semesta. Metoda ini kemudian diakui sebagai metoda ilmiah. Pandangan ini disempurnakan dan diberi basis matematis oleh Isaac Newton.
Sains terus berkembang dan lahirlah dua teori penting di dalam fisika yaitu teori relativitas dan mekanika kuantum di awal abad ke-20. Kemajuan material pun bergerak fantastis. Sebenarnya tidak ada masalah dengan metoda 3
eksperimen yang diajukan oleh Bacon. Masalah timbul ketika para filsuf mengklaim bahwa eksperimen adalah satu-satunya jalan dan realitas hanyalah sesuatu yang terukur dan teramati. Seperti telah disebutkan terdahulu penguasaan sains harus dibarengi kesadaran atas landasan filosofisnya.
Pandangan dunia yang komprehensif yang menyatakan bahwa Allah mempersilahkan manusia untuk mengelola alam harus disosialisasikan di kalangan umat islam. Manusia dibekali dengan indera dan instrumen akal. Allah siap bekerjasama dengan manusia sepanjang manusia mau dan berusaha dengan-Nya. Hal ini telah dibuktikan oleh masyarakat negara-negara maju seperti Barat dan Jepang yang notabene tidak islam secara formal. Dengan pandangan dunia semacam ini orang islam diharapkan mengalami perubahan orientasi. Selanjutnya, akan berpatisipasi menyibak rahasia alam semesta dan tidak semata menyalurkan energinya dalam perbincangan fiqih.
Hal yang tidak kalah urgennya adalah kenyataan bahwa sains tidak dapat diperoleh dengan belas kasihan tetapi harus direbut. Syeikh al-Zarnuji di dalam kitab ta’limul muta’allim mengutip pesan Rasul saw, “Hikmah adalah sesuatu yang hilang dari orang mu’min, di mana saja kau temukan ambillah”. Hikmah tidak lain adalah ilmu atau kebajikan tertinggi.
Selanjutnya juga perlu disadari, penguasaan atas sains memerlukan waktu panjang atau tidak bisa dengan jalan pintas. Sains yang menyebabkan barat begitu digdaya telah dibangun sejak enam abad silam. Sedangkan Jepang pada jaman restorasi Meiji, tepatnya sejak 1860-an, seribu pelajar terbaik dikirim ke luar negeri dan 299 guru asing didatangkan ke Jepang. Kajian sistematik atas sains dan teknologi barat dilakukan dan 86 guru sains asing diundang dalam kurun waktu 1860 s.d. 1890. Tahun 1871 dibangun lembaga riset, 1877 universitas Tokyo didirikan dan dua tahun kemudian 1879 berdiri Imperial Academy of Sciences. Tahun 1904 hasil kerja ilmiah pertama mereka muncul yaitu model atom Saturnus dari kelompok Nagaoka. 1917 didirikan Institute of Physical and Chemical Research. Bangunan dan tradisi ilmu Jepang telah dirintis sekitar satu setengah abad silam.
Wawasan masyarakat muslim harus diperluas terlebih lagi cerdik pandainya. Fiqih hanyalah salah satu bagian saja. Calon ilmuwan muslim perlu dibekali dengan wawasan filsafat sehingga mengenal akar ilmu pengetahuan. Bila tidak mereka akan terperangkap dalam lingkaran sempit spesialisasi ilmu yang tajam. Atau mengutip Syeikh Jamaluddin al-Afghani, tanpa pemahaman filsafat para ulama hanya seperti lilin kecil yang menerangi lingkup kecil pula. Pudarnya filsafat pada gilirannya juga melemahkan tradisi berfikir 4
logis-analitis yang diperlukan dalam membangun sains. Kini sains merupakan perkara wajib, mengingat kaidah ushul fiqih, wa maa yutawassalu bihi ilaa iqoomatil waajibi yakunu waajiban. Segala sesuatu yang mengantarkan pada kewajiban (seperti kemuliaan islam) hukumnya menjadi wajib.
*) Doctor of Science, alumni Universitas Hiroshima. Pekerja LaFTiFA (Lab Fisika Teori dan Filsafat Alam) ITS. 5
(Catatan kecil atas Seminar: Paradigma Fiqih penyebab Keterpurukan Indonesia; di Universitas Jember 4 Mei 2003)
Oleh: Agus Purwanto*)
Di dalam tafsirnya, al-Jawahir, Syeikh Jauhari Tontowi guru besar dari Universitas Kairo menggugat ulama islam. Menurutnya di dalam kitab suci al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah, ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Anehnya, para ulama telah menulis ribuan kitab fiqih tetapi nyaris tidak memperhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya.
Ummat dan para ulama banyak menghabiskan waktu untuk membahas persoalan fiqih, dan seringkali berseteru serta bertengkar karenanya. Mereka lalai atas fenomena terbitnya matahari, beredarnya bulan, san kelap-kelipnya bintang. Mereka abaikan gerak awan di langit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Mereka juga tak tertarik pada aneka tumbuhan di sekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang bertebaran di muka bumi dan aneka fenomena serta keajaiban alam lainnya.
Pandangan Dunia
Selain disibukkan urusan fiqih, pengalaman dan pengamalan keagamaan kita cenderung esoteris dan mengabaikan serta meremehkan akal. Padahal secara empirik akal sangat powerful. Al-Qur’an tidak kurang dari 43 kali menggunakan kata akal dalam bentuk verbal seperti afala ta’qiluun, apakah engkau tak berfikir. Sepuluh ayat lainnya menggunakan kata verbal fikir seperti laallakum tafakkarun, agar engkau memikirkannya. Teguran agar manusia menggunakan akalnya seoptimum mungkin.
Sains adalah produk riel dari akal dan kita pun menyaksikan bukti diktum knowledge is power. Dalam rentang waktu pendek Afganistan dan Irak yang terbelakang luluh lantak oleh produk sains. Negara-negara maju yang menjadi kiblat peradaban saat ini adalah mereka yang menguasai sains dan teknologinya.
1
Ungkap populer “Science without religion is blind and religion without science is lame” (Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh) menggambarkan hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan agama saling melengkapi, tidak bisa saling meniadakan dan masing-masing mempunyai domainnya sendiri-sendiri. Ilmu pengetahuan memberi cahaya dan kekuatan sedangkan agama memberi cinta, harapan dan kehangatan. Ilmu pengetahuan membantu menciptakan peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama mengarahkan dan menetapkan tujuan upaya manusia tersebut.
Ilmu pengetahuan memperindah akal dan pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Ilmu pengetahuan dan agama membuat manusia merasa nyaman. Ilmu pengetahuan melindungi manusia dari aneka penyakit, banjir, gempa bumi dan badai. Agama melindungi manusia dari keresahan, kesepian dan pikiran picik. Ilmu pengetahuan menuntun pada revolusi lahiriah, sedangkan agama membawa pada revolusi batiniah.
Persoalannya, tradisi sains dan minat umat islam dalam usaha menguasai ilmu pengetahuan sangat rendah. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari pandangan dunia (world view) umat islam yang didominasi kalam al-Asy’ariyah. Dalam usahanya menjaga keagungan dan superioritas Sang Pencipta aliran ini telah menegasikan peran atau kodrat manusia dan alam sedemikian rupa. Al-Ghazali juru bicara terkemuka aliran al-Asy’ariyah, seperti halnya Hume menyatakan tidak perlunya hubungan kausal di alam semesta ini. Kausalitas hanyalah following upon (kelanjutan dari) dan pengulangan yang menyebabkan manusia percaya bahwa suatu sebab diikuti oleh efeknya.
Pandangan tersebut mendominasi dunia islam (sunni) bahkan sampai saat ini dan menjadi faktor yang menyulitkan pengembangan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada landasan hukum-hukum yang tetap di alam (sunnatullah). Pandangan terakhir ini berpijak pada keyakinan bahwa Allah tidak mungkin bermaksud mendustai dan menyesatkan. Dia adalah Pencipta yang Pengasih, yang mengatur segala sesuatu di jagat raya agar dapat dihuni dan dimengerti manusia.
Dengan demikian pandangan dunia yang memacu pengembangan nalar merupakan keniscayaan. Setelah itu, memulai pendirian bangunan ilmu itu sendiri. Dalam upaya realisasi ini dan agar tidak mengulangi kesalahan sains modern perlu disadari tiga hal sejak dini yaitu aspek aksiologis, ontologis dan epistemologis dari ilmu pengetahuan.
Aspek aksiologis muslim adalah ujung dari mata rantai tujuan setiap usaha
2
manusia termasuk membangun ilmu adalah Allah itu sendiri. Artinya, bangunan ilmu akhirnya harus bermuara kepada Allah. Kongkritnya inna yahsallahi min ibadihil ulama, jiwa ilmuwan kian terkait dengan Sang Khalik justru setelah terlibat dalam pergumulan memahami pola ciptaan-Nya. Bibir mereka bergetar robbanaa ma kholaqta hadza bathila subhaanaka faqinaa adzabannar (QS al-Imran 191). Tujuan utilitarian-materialistik sains seperti harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan hidup umat manusia adalah tujuan derivatif yang merupakan realisasi misi rahmatan lil’alamin.
Aspek kedua adalah ontologi yakni apa yang dikaji oleh ilmu pengetahuan. Ontologi sains modern menolak sesuatu yang non-material maupun unexperimentable. Islam menegaskan bahwa obyek ilmu adalah huwa ma siwallah, sesuatu yang bukan Allah baik yang wujud maupun yang gaib. Andai hanya (baru) bisa merumuskan yang wujud, sains tidak perlu menutupi ketakmampuannya dengan penolakan atas hal yang gaib.
Aspek ketiga adalah epistemologi yakni dengan apa sesuatu bisa dikenali atau diketahui. Salah satu fungsi diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai huda atau petunjuk agar manusia menjadi terarah. Petunjuk ini juga berlaku bagi para ilmuwan dalam membangun ketiga landasan ilmu pengetahuan. Tegasnya, menurut epistomologi islam kitab suci al-Qur’an juga bisa menjadi sumber pengetahuan.
Asumsi-asumsi dasar atomisme al-Baqillani, salah seorang pengikut Asy’ariyah, menyandarkan diri sepenuhnya pada teks-teks kitab suci. Atomisme ini diketahui bersesuaian dengan atomisme kuantum. Contoh lain adalah QS an-Naml:18 yang mengisyaratkan bahwa pemimpin semut adalah ratu atau semut betina (an-Namlatu). Kita tidak boleh sekedar berapologetik yakni mencocokkan ayat dengan hasil sains. Sebaliknya, premis atau asumsi diambil dari kitab suci dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan riset.
Sains klasik dimulai oleh usaha kolektif beberapa tokoh di zaman renaisans seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Kepler dan Galileo. Landasan filosofisnya dibangun oleh Francis Bacon yang dituangkan di dalam bukunya Novum Organum. Bacon sangat anti metafisika dan menekankan pentingnya eksperimen dalam menyibak rahasia alam semesta. Metoda ini kemudian diakui sebagai metoda ilmiah. Pandangan ini disempurnakan dan diberi basis matematis oleh Isaac Newton.
Sains terus berkembang dan lahirlah dua teori penting di dalam fisika yaitu teori relativitas dan mekanika kuantum di awal abad ke-20. Kemajuan material pun bergerak fantastis. Sebenarnya tidak ada masalah dengan metoda 3
eksperimen yang diajukan oleh Bacon. Masalah timbul ketika para filsuf mengklaim bahwa eksperimen adalah satu-satunya jalan dan realitas hanyalah sesuatu yang terukur dan teramati. Seperti telah disebutkan terdahulu penguasaan sains harus dibarengi kesadaran atas landasan filosofisnya.
Pandangan dunia yang komprehensif yang menyatakan bahwa Allah mempersilahkan manusia untuk mengelola alam harus disosialisasikan di kalangan umat islam. Manusia dibekali dengan indera dan instrumen akal. Allah siap bekerjasama dengan manusia sepanjang manusia mau dan berusaha dengan-Nya. Hal ini telah dibuktikan oleh masyarakat negara-negara maju seperti Barat dan Jepang yang notabene tidak islam secara formal. Dengan pandangan dunia semacam ini orang islam diharapkan mengalami perubahan orientasi. Selanjutnya, akan berpatisipasi menyibak rahasia alam semesta dan tidak semata menyalurkan energinya dalam perbincangan fiqih.
Hal yang tidak kalah urgennya adalah kenyataan bahwa sains tidak dapat diperoleh dengan belas kasihan tetapi harus direbut. Syeikh al-Zarnuji di dalam kitab ta’limul muta’allim mengutip pesan Rasul saw, “Hikmah adalah sesuatu yang hilang dari orang mu’min, di mana saja kau temukan ambillah”. Hikmah tidak lain adalah ilmu atau kebajikan tertinggi.
Selanjutnya juga perlu disadari, penguasaan atas sains memerlukan waktu panjang atau tidak bisa dengan jalan pintas. Sains yang menyebabkan barat begitu digdaya telah dibangun sejak enam abad silam. Sedangkan Jepang pada jaman restorasi Meiji, tepatnya sejak 1860-an, seribu pelajar terbaik dikirim ke luar negeri dan 299 guru asing didatangkan ke Jepang. Kajian sistematik atas sains dan teknologi barat dilakukan dan 86 guru sains asing diundang dalam kurun waktu 1860 s.d. 1890. Tahun 1871 dibangun lembaga riset, 1877 universitas Tokyo didirikan dan dua tahun kemudian 1879 berdiri Imperial Academy of Sciences. Tahun 1904 hasil kerja ilmiah pertama mereka muncul yaitu model atom Saturnus dari kelompok Nagaoka. 1917 didirikan Institute of Physical and Chemical Research. Bangunan dan tradisi ilmu Jepang telah dirintis sekitar satu setengah abad silam.
Wawasan masyarakat muslim harus diperluas terlebih lagi cerdik pandainya. Fiqih hanyalah salah satu bagian saja. Calon ilmuwan muslim perlu dibekali dengan wawasan filsafat sehingga mengenal akar ilmu pengetahuan. Bila tidak mereka akan terperangkap dalam lingkaran sempit spesialisasi ilmu yang tajam. Atau mengutip Syeikh Jamaluddin al-Afghani, tanpa pemahaman filsafat para ulama hanya seperti lilin kecil yang menerangi lingkup kecil pula. Pudarnya filsafat pada gilirannya juga melemahkan tradisi berfikir 4
logis-analitis yang diperlukan dalam membangun sains. Kini sains merupakan perkara wajib, mengingat kaidah ushul fiqih, wa maa yutawassalu bihi ilaa iqoomatil waajibi yakunu waajiban. Segala sesuatu yang mengantarkan pada kewajiban (seperti kemuliaan islam) hukumnya menjadi wajib.
*) Doctor of Science, alumni Universitas Hiroshima. Pekerja LaFTiFA (Lab Fisika Teori dan Filsafat Alam) ITS. 5
Langganan:
Komentar (Atom)